Kategori: Uncategorized

  • SISTEM PEMBAYARAN “BARTER”

    Pengertian Sistem Barter

    Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), barter adalah kegiatan perdagangan dengan saling bertukar barang. Barter ini menjadi sistem transaksi jual beli pertama kali yang diterapkan oleh manusia, terutama manusia pada zaman dahulu.

    Nah, melalui pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa definisi dari barter adalah sistem transaksi berupa pertukaran antara barang dengan barang; jasa dengan jasa; barang dengan jasa atau sebaliknya.

    Sistem barter ini telah digunakan sejak masa 6000 SM, terutama oleh bangsa Mesopotamia. Bangsa ini berada di antara dua sungai, yaitu Sungai Eufrat dan Sungai Tigris. Sekarang, wilayah tersebut menjadi bagian dari negara Irak dan Suriah. Sistem tersebut akhirnya menyebar ke bangsa-bangsa lain hingga akhirnya dikembangkan di kota Babilonia dengan menggunakan barang tertentu sebagai penentu nilai barang.

    Alasan masyarakat menerapkan sistem barter karena mereka telah memiliki perasaan membutuhkan pihak lain dan barang yang dimiliki pihak lain. Mereka menyadari bahwa kebutuhan hidupnya semakin meningkat, sehingga muncullah pemikiran untuk saling menukarkan barang. Apalagi saat itu, masyarakat juga belum mengenal apa itu produksi uang dan produksi barang.

    Perlu diketahui bahwa pada zaman dahulu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangatlah sulit. Seiring dengan manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan manusia.

    Di satu tempat tersedia melimpah barang tertentu, sementara di tempat lain, barang tersebut hampir tidak ada, padahal masyarakat membutuhkannya untuk kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu, akhirnya pertukaran barang secara langsung menjadi opsi pemecah masalah tersebut. Dari sinilah kemudian muncul pemikiran dan istilah akan sistem barter.

    Sejarah Sistem Barter

    Pada zaman dahulu, sebelum manusia berhasil menemukan uang sebagai alat tukar, mereka menggunakan sistem barter untuk dapat menyelesaikan transaksi jual beli. Meskipun pada kala itu, keadaan perekonomian masih sederhana, tetapi mereka tetap harus mempunyai sistem tersendiri untuk proses transaksi jual beli ini.

    Sejarah barter diperkirakan muncul pada 6000 SM dan diperkenalkan oleh suku Mesopotamia. Kemudian, sistem barter ini diadopsi oleh orang Fenisia. Orang Fenisia dapat disebut sebagai “perantara”, sebab mereka membawa dan menjual barang antar negara-negara.  Sistem barter ini akhirnya semakin dikembangkan dalam versi yang lebih baik di kota Babilonia. Dalam sistem yang baru ini, mereka menggunakan berbagai barang sebagai standar barter, misalnya tengkorak manusia dan garam.

    Perkembangan dari sistem Barter ini bahkan juga mewarnai sejarah di tahun-tahun awal berdirinya Universitas Oxford dan Universitas Harvard. Kala itu, para mahasiswa membayar uang kuliahnya dengan bahan makanan, kayu bakar, hingga hewan ternak.

    Sebelumnya telah dijelaskan bukan bahwa sistem barter ini tidak selalu pertukaran barang saja, tetapi dapat juga dilakukan antara jasa dengan barang. Selagi kedua pihak merasa saling membutuhkan, maka sistem barter dapat dianggap sah.

    Pada tahun 1930-an, sistem barter kembali populer karena pada saat terjadi kelangkaan uang. Bahkan, Adolf Hitler juga menggunakan sistem barter untuk mengumpulkan uang sebagai dana perang. Hitler terlibat dalam perdagangan barter dengan banyak negara, misalnya Yunani, Swedia, dan Rusia.  Kemudian, pasca perang dunia II, rakyat Jerman juga terpaksa menerapkan sistem barter karena pada kala itu mata uang Jerman mengalami inflasi.

    Nah, berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun uang telah ditemukan dan dicetak oleh masing-masing negara, tidak lantas membuat sistem barter hilang begitu saja dari permukaan bumi. Terutama ketika terjadi krisis moneter, pasti masyarakat cenderung menggunakan sistem barter karena adanya fluktuasi nilai mata uang yang tidak menentu.

    Syarat Terjadinya Barter

    Supaya sistem barter dapat terlaksana dengan baik, maka harus terdapat syarat-syarat penting yang harus dipenuhi. Apa saja ya syarat-syarat tersebut? Yuk simak uraian berikut ini!

    • Orang yang diajak bertukar

    Syarat utama dalam pelaksanaan sistem barter adalah harus ada orang atau sekelompok orang yang mau untuk diajak bertukar barang.

    • Rasa saling membutuhkan

    Orang yang diajak bertukar barang, harus memiliki rasa kebutuhan akan barang yang akan ditukarkan tersebut. Sehingga harus ada rasa saling membutuhkan satu sama lain.

    • Nilai barang yang sama

    Barang yang ditukar harus mempunyai nilai barang yang sama. Apabila ada ketimpangan nilai antara barang satu dengan barang yang lain, maka salah satu pihak akan merasa rugi.

    • Terdapat barang yang dibutuhkan

    Setelah menemui orang yang mau diajak bertukar barang, mereka harus memiliki barang yang dibutuhkan oleh pihak lain. Sebab itulah tujuan dari sistem barter, yaitu mendapatkan barang yang dibutuhkan dari pihak lain melalui pertukaran barang.

    Kelemahan dan Kelebihan Sistem Barter

    Kelemahan Sistem Barter

    Dalam perjalanannya, sistem barter menemui banyak kendala. Selain kesulitan menentukan kadar nilai barang, masih banyak lagi kelebihan dari sistem barter yang menjadikannya perlahan ditinggalkan oleh masyarakat. Nah, berikut adalah uraiannya!

    1. Sulit Menyimpan Barang atau Komoditas

    Kelemahan pertama dari sistem barter adalah kesulitan untuk menyimpan komoditas yang dimiliki sampai menemukan orang yang sama-sama mau untuk bertukar atas barang tersebut. Apabila barang atau komoditas menjadi rusak sebelum dapat ditukar, tentu saja akan mendapatkan rugi. Terutama pada barang atau komoditas sayur-sayuran, buah-buahan, dan daging ternak.

    2. Sulit Menentukan Kadar Nilai Barang

    Adanya perbedaan jenis barang atau komoditas yang hendak ditukarkan, tentu saja kadar nilai barangnya juga berbeda. Namun, pada kala itu, manusia juga sulit dalam menentukan kadar nilai barang karena minimnya pengetahuan.

    Contohnya, 12 buah jeruk seharusnya memiliki nilai yang sama dengan berapa satu kilogram gandum, tetapi orang-orang belum dapat menentukan standar tersebut sehingga mereka asal-asalan menukarnya.

    3. Sulit Dalam Bertransaksi

    Kelemahan dari sistem barter adalah ketika hendak bertransaksi, harus ada dua belah pihak yang memiliki barang yang dibutuhkan satu sama lain. Contohnya, ada seseorang yang memiliki gandum, dirinya hendak menukarkan gandum tersebut dengan buah semangka. Itu berarti, dirinya harus mencari seseorang yang mempunyai buah semangka yang sekaligus tengah membutuhkan gandum.

    Apabila ternyata pemilik semangka tidak menginginkan gandum tersebut, maka transaksi barter menjadi batal.

    4. Alat Tukar Sulit Untuk Dipecah

    Contohnya, ada seseorang yang memiliki seekor ayam dan ingin menukarkannya dengan sebuah meja. Sementara seekor ayam tersebut hanya bernilai sama dengan separuh meja saja. Maka pemilik meja akan kesulitan untuk memecah atau membagi meja tersebut menjadi nilai yang sesuai.

    5. Alat Tukar Sulit Untuk Dibawa

    Terutama pada barang yang memiliki jumlah banyak atau ukuran besar, maka pemilik barang tersebut akan kesulitan dalam membawa hartanya kesana-kemari. Belum lagi, harus menemukan orang yang mau setuju untuk menukarkan barangnya tersebut.

    Kelebihan Sistem Barter

    Meskipun sistem barter ini memiliki banyak kendala yang dapat merugikan satu atau bahkan semua pihak, tetapi ternyata sistem ini juga memiliki kelebihan lho. Biasanya kelebihan dari sistem barter memiliki keterkaitan dengan interaksi sosial antara pihak-pihaknya. Nah, berikut adalah uraian dari kelebihan sistem barter.

    1. Dapat Mengenal Satu Sama Lain

    Hal tersebut karena ketika hendak melangsungkan upaya barter, pasti akan didahului dengan komunikasi berupa percakapan dan negosiasi. Dalam interaksi sosial tersebut nantinya antar pihak akan mengenal satu sama lain, hingga akhirnya dapat menjalin hubungan baik.

    Maka dari itu, sistem barter yang masih dijadikan tradisi di suatu wilayah dapat menjadi alat pemersatu antar warganya, meskipun mereka telah mengenal alat tukar uang.

    2. Sikap Toleransi Terhadap Sesama

    Dalam sistem barter ini, nantinya pihak yang bersangkutan akan memiliki sikap toleransi dan keinginan untuk saling tolong menolong terhadap sesama.

    Misalnya, Abel mempunyai dua ekor ayam dan ingin menukarkannya dengan sekarung beras milik Deni. Padahal saat itu, Deni juga tidak tengah membutuhkan ayam, tetapi di sisi lain, beras miliknya sangat banyak. Akhirnya Deni menyetujui sistem pertukaran antara dua ayam dengan sekarung beras karena adanya rasa ingin menolong Abel tanpa memikirkan kerugian yang didapatkannya.

     Sistem Barter Menjadi Bagian Dari Tradisi

    bahwa pada zaman yang sudah serba canggih ini, keberadaan sistem barter masih tetap dilestarikan dan bahkan menjadi bagian dari sebuah tradisi? Yap, tradisi berupa  pasar barter ini masih dapat ditemui di daerah Nusa Tenggara Timur.

    Mengenal Pasar Barter di Kecamatan Wulandoni Nusa Tenggara Timur

    Pesatnya perkembangan IPTEK dan tingginya pertumbuhan pasar modern tidak membuat keberadaan pasar barter di Kecamatan Wulandoni, Nusa Tenggara Timur ini tergerus zaman begitu saja. Bahkan keberadaan pasar-pasar tradisional justru menjadi roda perekonomian rakyat setempat, karena mereka menggantungkan hidupnya melalui kegiatan berdagang.

    Meskipun saat ini, pasar-pasar tradisional yang ada di Indonesia telah “terkikis” karena munculnya pasar modern, tentu saja hal itu tidak mempengaruhi pasar barter ini. Tradisi barter dalam pasar masih dipertahankan oleh masyarakat Kecamatan Wulandoni yang berada di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

    Bagaimana asal-usul dari pasar barter yang terletak di Kecamatan Wulandoni ini?

    Mengutip pada artikel jurnal penelitian yang berjudul “Eksistensi  Pasar Barter Di Tengah Pesatnya Perkembangan Pasar Modern: Kasus Pasar Barter di Kecamatan Wulandoni Nusa Tenggara Timur dalam Perspektif Geografi Ekonomi”, awal mula dari pasar barter ini adalah ketika masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1870.

    Pada tahun 1870 tersebut, para penjajah Belanda menghukum orang-orang yang tidak membayar pajak dengan mengerjakan jalan penghubung antar kampung. Atas adanya perintah tersebut membuat orang-orang yang dihukum seolah berada di penderitaan yang sama dan saling membutuhkan, hingga akhirnya mereka saling tukar-menukar bekal yang dibawa ketika tengah bekerja membangun jalan penghubung tersebut.

    Cikal bakal dari adanya pasar barter adalah ditandai dengan peristiwa saling menukar bekal antara orang pesisir dan orang gunung yang kala itu sama-sama bekerja untuk membangun jalan. Mereka sepakat bahwa setiap seminggu sekali, orang gunung yang hendak turun untuk bekerja harus membawa hasil kebun, sementara orang pesisir akan membawa hasil laut berupa ikan, yang kemudian saling ditukarkan.

    Kesepakatan itulah yang pada akhirnya membentuk pasar barter dan dilaksanakan setiap hari Rabu di Desa Leworaja.

    Uniknya, pada pasar barter ini, proses barter dan tawar-menawarnya mulai dilaksanakan ketika mandor pasar meniupkan sempritan atau bunyi lonceng sebagai tanda pasar barter telah dimulai.

    Setelah terdengar tiupan sempritan, maka pembeli atau pedagang akan berlomba-lomba menuju satu sama lain untuk menawarkan barang atau komoditas yang hendak dijadikan objek sistem barter. Apabila orang pesisir membawa komoditas berupa jenis ikan, maka orang gunung akan membawa komoditas berupa hasil kebun.

    Terdapat peraturan khusus dalam pasar barter ini yakni pembelian komoditas pertanian dengan uang diperbolehkan sebelum terdengar suara peluit. Selain itu, peserta yang kedapatan melanggar aturan, akan disita barang-barangnya.

    Nah, dalam pasar barter ini juga menggunakan sistem monga untuk menentukan nilai tukar barangnya. Monga berasal dari kata bunga yang berarti memilah-milah dalam kelompok kecil. Misalnya, mereka akan membagi-bagi garam atau kapur sirih dalam bagian-bagian kecil supaya dapat ditukar dengan suatu komoditas. Hal tersebut juga diterapkan dalam komoditas buah-buahan dan ikan.

    Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Pasar Barter

    Bertahannya proses tukar-menukar barang dalam pasar barter ini bukan karena kebetulan semata, tetapi juga dipengaruhi oleh lima hal pokok, salah satunya adalah adat istiadat. Berikut adalah uraiannya:

    1. Adat

    Salah satu faktor utama yang mempengaruhi eksistensi pasar barter di Kecamatan Wulandoni adalah adanya adat istiadat dan budaya setempat. Perlu diketahui bahwa adat itu juga dapat berupa larangan, sehingga dalam adat di Kecamatan Wulandoni ini adalah adanya larangan bagi penduduk pedalaman untuk menenun sarung dan menangkap ikan paus, selain orang Lamalera.

    Aturan adat ini telah ada secara turun-temurun hingga menyebabkan masyarakat setempat akan mengalami ketergantungan kebutuhan antara masyarakat pesisir dengan masyarakat pegunungan. Apabila aturan adat tersebut dilanggar, maka dipercaya akan mendatangkan kutukan dan kesialan.

    2. Tema dan Koteklema (Perahu dan Ikan Paus)

    Dalam bahasa Lamaholot, tena adalah perahu khusus penangkap ikan paus, sementara koteklema adalah ikan paus jenis Sperm Wheel.

    Di daerah ini, ikan paus dianggap sebagai komoditas utama dalam barter dan sangat keramat karena diyakini sebagai jelmaan leluhur. Maka dari itu, terdapat tradisi penangkapan ikan paus menggunakan alat tradisional.

    3. Prewo (Langganan)

    Dalam bahasa Lamaholot, prewo adalah upaya langganan antar sesama pihak yang menerapkan sistem barter. Transaksi antar prewo menggunakan sistem barter lebih disukai daripada menggunakan uang, karena didasarkan pada rasa kepercayaan satu sama lain.

    Biasanya, antar prewo akan saling mengunjungi terlebih dahulu dan membicarakan apa yang mereka butuhkan satu sama lain, kemudian membuat perjanjian untuk bertemu di  pasar barter ini.

    4. Kondisi Geografis

    Daerah Wulandoni ini memiliki daerah pesisir yang terletak di selatan pulau Lembata dan banyaknya bukit-bukit tinggi. Sehingga dapat diidentifikasikan bahwa daerah ini memiliki kondisi geografis berupa pesisir dan pegunungan.

    Dari perbedaan mata pencaharian dan komoditas yang dimiliki, tentu saja akan membuat masyarakat akan saling bergantung satu sama lain guna memenuhi kebutuhan, yakni dengan melaksanakan kebiasaan barter antara hasil laut dengan hasil kebun.

    5. Pertumbuhan dan Perkembangan Daerah

    Faktor terakhir yang menyebabkan pasar barter masih bertahan di daerah Wulandoni ini adalah lambannya pertumbuhan dan perkembangan di daerah Nusa Tenggara Timur. Bahkan, di daerah Wulandoni masih banyak daerah yang belum tersentuh listrik, sinyal, hingga akses jalan kendaraan.

    Dari adanya ketertinggalan tersebut tentu saja berpengaruh besar terhadap penggunaan dan peredaran uang, sehingga budaya barter masih dianggap sistem yang paling menguntungkan bagi masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya.

    Evolusi Sistem transaksi dari barter hingga mata uang kripto

    Seiring dengan kemajuan peradaban, cara manusia bertransaksi juga mengalami perubahan. Dari pertukaran barang sederhana pada zaman prasejarah hingga penggunaan mata uang digital dan transaksi daring pada era modern. 

    Perjalanan transaksi keuangan menunjukkan bagaimana kebutuhan manusia berkembang bersama teknologi. Setiap tahapan mencerminkan inovasi serta cara pandang baru dalam ekonomi dan keuangan yang terus berkembang mengikuti zaman.

    Dengan semakin majunya teknologi seperti pembayaran digital Qris, pemahaman tentang sejarah transaksi membantu kita mengenali transaksi dari setiap sistem yang digunakan pada era modern ini.

    Transaksi Keuangan dari Zaman ke Zaman

    1. Barter di Zaman Prasejarah

    Pada masa prasejarah, transaksi keuangan dilakukan dengan sistem barter, yaitu menukar barang dengan barang lain yang memiliki nilai setara. Sistem ini memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan tanpa menggunakan alat tukar khusus.

    Namun, seiring berjalannya waktu, sistem barter menunjukkan kelemahan karena sulit menemukan orang yang memiliki kebutuhan dan barang yang sepadan. Inilah yang akhirnya memicu munculnya bentuk transaksi baru.

    2. Penggunaan Logam Sebagai Alat Tukar (500 SM)

    Sekitar tahun 500 Sebelum Masehi (SM), manusia mulai menggunakan logam mulia seperti emas, tembaga dan perak sebagai alat tukar yang disepakati bersama. Logam mulia dianggap berharga karena sulit ditemukan dan memiliki daya tahan. 

    Logam ini menjadi alat tukar pada bangsa Mesir, Romawi, dan Yunani. Peradaban Mesir kuno yang mengawali transaksi jual-beli dengan deben.

    Deben adalah token tembaga kecil yang tidak dapat dipertukarkan dan tidak bernilai. Sebagai contoh, jika satu deben dianggap bernilai 100 gantang gandum, maka 100 gantang gandum tersebut dapat ditukar dengan apa pun yang juga dianggap bernilai satu deben. Nah, Logam- logam tersebut kemudian menjadi cikal bakal sistem mata uang yang kita kenal sekarang.

    3. Kemunculan Mata Uang Kertas (Dinasti Tang, Abad ke-7)

    Sejarah mencatat mata uang kertas pertama kali digunakan pada masa Dinasti Tang di Tiongkok pada abad ke-7. Mata uang ini memudahkan perdagangan karena lebih ringan dan praktis dibandingkan dengan logam. 

    Uang kertas pertama kali muncul di dunia pada abad, uang kertas tersebut terbuat dari kulit kayu pohon murbei dan disebut “Jiaozi”.  Sedangkan, uang kertas pertama kali beredar di Indonesia tahun 1946, tepatnya pada 30 Oktober 1946. Uang kertas yang beredar saat itu disebut “Oeang Republik Indonesia” (ORI). 

    Sejak dinasti Tang menggunakan uang kertas sebagai alat transaksi akhirnya penggunaan uang kertas meluas ke Asia. Kemudian tersebar ke benua Eropa di abad ke-13, menjadi standar dalam perdagangan internasional sampai saat ini.

    4. Bank dan Cek di Abad ke-17

    Pada abad ke-17, perbankan mulai berkembang di Eropa, terutama di Inggris dan Belanda. Bank mulai menawarkan layanan penyimpanan uang dan penggunaan cek sebagai alat transaksi.

    Dengan adanya bank, transaksi menjadi lebih aman dan efektif, memungkinkan masyarakat untuk menabung serta meminjam uang. Sistem perbankan ini merupakan pondasi bagi sistem keuangan modern yang masih kita gunakan hingga sekarang.

    5. Kartu Kredit dan Debit (1950-an)

    Kartu kredit pertama kali muncul tahun 1950. Kartu ini diciptakan Frank McNamara dan mitra bisnisnya, Ralph Schneider, setelah McNamara lupa membawa dompet saat makan malam di New York. 

    Kemunculan kartu kredit di Amerika Serikat merevolusi cara bertransaksi. Diners Club adalah kartu kredit pertama yang memungkinkan penggunanya untuk bertransaksi tanpa membawa uang tunai. Kartu debit kemudian menyusul, memungkinkan masyarakat mengakses dana mereka langsung dari rekening. Hingga kini, kartu kredit dan debit menjadi alat pembayaran yang banyak digunakan di seluruh dunia.

    6. Perkembangan Transaksi Digital

    Pada era 1990-an, kemajuan internet menciptakan peluang baru bagi transaksi digital. E-commerce seperti Amazon dan eBay merintis transaksi daring yang memungkinkan orang berbelanja tanpa perlu pergi ke toko fisik. Pembayaran daring, yang diawali sistem seperti PayPal, membantu mengamankan transaksi dan memudahkan pengguna di seluruh dunia

    7. Mata Uang Kripto dan Blockchain

    Pada tahun 2009, Bitcoin muncul sebagai mata uang digital pertama berbasis teknologi blockchain. Blockchain kemudian diperkenalkan ke dunia oleh Satoshi Nakamoto, seorang individu atau kelompok yang menggunakan nama samaran. Nakamoto menciptakan Bitcoin, mata uang kripto pertama, dan arsitektur blockchain yang memungkinkan mata uang kripto lainnya. 

    Mata uang kripto menawarkan transaksi yang aman dan tidak terikat pada perantara seperti bank. Hal ini membawa konsep desentralisasi dalam keuangan, dimana pengguna dapat bertransaksi secara langsung dengan perlindungan kriptografi. Dengan hadirnya mata uang kripto lainnya, konsep ini terus berkembang dan menarik perhatian dunia sebagai alternatif keuangan masa depan

    8. Sistem Pembayaran Dompet Digital

    Teknologi pembayaran nirkontak dan dompet digital seperti Apple Pay, Google Pay, dan QR code semakin populer, terutama sejak pandemi COVID-19. Sistem ini memungkinkan masyarakat melakukan pembayaran hanya dengan memindai ponsel mereka, menghadirkan kenyamanan yang efisien serta minim risiko kontak fisik. Transaksi nirkontak ini diprediksi akan terus berkembang, seiring meningkatnya adopsi teknologi ponsel pintar.

    Perkembangan transaksi keuangan dari zaman ke zaman menunjukkan bagaimana manusia terus beradaptasi dengan perubahan. Saat ini, kemajuan teknologi terus mendorong inovasi dalam cara bertransaksi. 

    Dengan adanya mata uang digital dan sistem pembayaran nirkontak, masa depan transaksi keuangan tampak semakin praktis dan aman. (Z-3)

  • Sejarah Uang di Indonesia

    Sejarah Uang di Indonesia

    Uang merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai alat tukar maupun sebagai penyimpan nilai. Sejarah uang di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang dari zaman kerajaan hingga era modern.

    Masa Kerajaan

    Pada masa kerajaan, alat tukar yang digunakan di nusantara sangat beragam. Di kerajaan-kerajaan seperti Majapahit dan Sriwijaya, masyarakat menggunakan berbagai bentuk , termasuk:

    • Koin Tiongkok: Koin-koin dari Tiongkok sering digunakan dalam perdagangan karena pengaruh besar Tiongkok di Asia Tenggara.
    •  Kepeng: Koin logam berbentuk bulat dengan lubang di tengah, yang memungkinkan untuk diikatkan dengan tali. kepeng digunakan hingga masa penjajahan Belanda.

    Masa Penjajahan Belanda

    Selama penjajahan Belanda, sistem moneter di Indonesia mengalami perubahan signifikan. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) memperkenalkan kertas pada awal abad ke-17. Beberapa ciri uang pada masa ini meliputi:

    • Koin Perak dan Emas: VOC mengeluarkan koin dari perak dan emas yang digunakan dalam perdagangan.
    • Kertas: Pada akhir abad ke-18, VOC mulai mengeluarkan kertas untuk memudahkan transaksi dalam jumlah besar.

    Masa Pendudukan Jepang

    Pendudukan Jepang (1942-1945) membawa perubahan besar dalam sistem moneter di Indonesia. Jepang memperkenalkan mata uang baru yang disebut “Gulden Jepang”. Mata uang ini mengalami penurunan nilai drastis akibat hiperinflasi pada masa perang.

    Masa Pra-Kemerdekaan

    Pada masa pra-kemerdekaan di Indonesia terdapat beberapa jenis mata uang yang digunakan, yaitu:

    a. Penggunaan Gulden Belanda 

    Pada masa kolonial, pengaruh Belanda membawa perubahan signifikan dalam sistem mata uang di Nusantara. Ketika VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menguasai sebagian besar wilayah perdagangan di Indonesia, mereka memperkenalkan Gulden Belanda sebagai mata uang resmi.

    Gulden menjadi mata yang dominan selama masa kolonial Belanda. Mata uang ini digunakan dalam transaksi sehari-hari, perdagangan, dan administrasi pemerintah kolonial.

    Pengaruh Belanda terhadap sistem keuangan dan mata uang di Indonesia bertahan hingga masa-masa awal kemerdekaan.

    b. De Japansche Regeering Pemerintahan Jepang

    Pada tahun 1942, Jepang menginvasi Hindia Belanda dan mengambil alih seluruh wilayahnya. Jepang memperkenalkan mata uang mereka sendiri, termasuk lokal dan gulden, serta melikuidasi bank-bank, termasuk De Javasche Bank.

    Setelah itu, kertas yang diterbitkan oleh De Japansche Regeering menjadi alat pembayaran yang sah sejak Maret 1942. Meskipun Jepang ini seharusnya bernilai sama dengan Belanda, hiperinflasi terjadi akibat pencetakan yang berlebihan.

    Pada tahun 1944, Jepang mulai mencetak uang dalam bahasa Indonesia. Stok kertas ini terus digunakan oleh pemerintah Indonesia hingga tahun 1946 ketika mereka mulai mencetak.

    c. Penggunaan Gulden NICA

    Pada akhir perang, sekutu NICA mulai mengambil alih kendali atas Indonesia dan mencetak gulden NICA pada tahun 1943. Uang ini didistribusikan di Papua, Maluku, dan Kalimantan. Ketika uang NICA pertama kali muncul di Pulau Jawa, Soekarno segera mengeluarkan dekrit pada tanggal 2 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa uang kertas NICA ilegal.

    Karena tidak memiliki kendali penuh, Belanda akhirnya memutuskan untuk tidak mengedarkan uang NICA di kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatra. Kesulitan dalam mendistribusikan tersebut menyebabkan NICA perlahan-lahan tidak lagi berlaku dan tidak digunakan.

    Pada saat itu, Indonesia memiliki empat mata uang yang sah, yaitu De Javasche Bank, De Japansche Regeering, Dai Nippon, dan Dai Nippon Teikoku Seihu. Berikut adalah tampilan visual dari keempat mata uang tersebut:

    Masa Pasca Kemerdekaan 

    Pada tahun 1945, setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah Indonesia memutuskan bahwa sudah saatnya membuat mata uang sendiri. Sejarah mata uang Indonesia dimulai pada tahun 1946 dengan diterbitkannya Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai mata uang pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah. ORI pertama kali diadakan pada tanggal 30 Oktober 1946.

    a. Oeang Republik Indonesia (ORI)

    Pada tahun 1946, pemerintah Indonesia menerbitkan mata uang pertamanya yang dikenal sebagai Oeang Republik Indonesia (ORI). Tanggal emisi yang tercantum pada penerbitan pertama ORI adalah 17 Oktober 1945, sementara peredarannya baru dimulai pada 30 Oktober 1946. Ini menunjukkan betapa panjang proses penerbitan mata uang Indonesia ini.

    Pada masa itu, ORI emisi pertama diterbitkan dalam delapan seri kertas, yaitu satu sen, lima sen, sepuluh sen, setengah rupiah, satu rupiah, lima rupiah, sepuluh rupiah, dan seratus rupiah. ORI ini memiliki sisi depan dan belakang yang menampilkan gambar khas Indonesia, seperti keris terhunus dan teks Undang-Undang Dasar 1945.

    Sebelum diedarkan, ORI dicetak setiap hari dari pukul 7 pagi hingga 10 malam sejak Januari 1946. Awalnya, pencetakan dilakukan di Jakarta, namun kemudian dipindahkan ke Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo.

    Setelah itu, ORI dicetak dan didistribusikan ke seluruh Jawa dan Madura menggunakan gerbong kereta api. Meskipun demikian, persaingan antara NICA dan ORI masih berlangsung hingga tahun 1947.

    Sejak dahulu hingga saat ini, merupakan komoditas yang diterima dengan persetujuan umum sebagai alat tukar ekonomi. Ada berbagai kegiatan dan kebutuhan hidup yang tidak dapat dilepaskan dari uang, sehingga benda ini menjadi kebutuhan penting bagi setiap individu.

    Seiring berkembangnya zaman, mata uang terus mengalami perkembangan, termasuk munculnya mata uang kripto.

    Dewasa ini, investasi kripto cukup diminati, baik secara global maupun oleh publik tanah air. Jenis aset kripto ini pun beragam, salah satu yang sering digunakan adalah bitcoin. Bitcoin merupakan digital terdesentralisasi yang dapat ditransfer di jaringan Bitcoin peer-to-peer.

    Buku “Apakah Bitcoin Standar Masa Depan?” yang ditulis oleh Oscar Darmawan dan Sintha Rosse Kamlet ini mengungkap tentang sejarah dan hakikat uang. Buku setebal 136 halaman ini juga mengupas tentang sistem desentralisasi bitcoin.

    b. Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA)

    ORI mengalami kesulitan dalam distribusi ke wilayah Jawa Barat dan Sumatera karena beberapa daerah masih diduduki Belanda. Kesulitan pemerintah Indonesia untuk menyatukan seluruh wilayah sebagai satu kesatuan moneter menyebabkan para tokoh daerah mengusulkan agar tiap daerah diizinkan mengeluarkan mata uang sendiri.

    Pemerintah menyetujui usulan ini, sehingga muncul ORI daerah (ORIDA). Akibatnya, pada masa itu terdapat 21 jenis mata uang dan 27 jenis ORIDA di Indonesia. Jenis-jenis ORIDA ini meliputi surat-surat seperti bon, surat tanda penerimaan , tanda pembayaran yang sah, dan ORIDA berbentuk mandat.

    Penggunaan ORI dan berbagai macam ORIDA hanya berlaku sampai 1 Januari 1950 dan kemudian dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.

    c. Republik Indonesia Serikat

    Hasil dari salah satu kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 adalah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Setelah itu, negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk.

    Belanda mengajukan untuk menjadikan NICA sebagai satu-satunya alat pembayaran, namun Sri Sultan Hamengkubuwono menolak. Sebagai alternatif, atas usulan pihak Belanda, dilakukan survei untuk menilai preferensi masyarakat Indonesia terhadap kedua mata uang tersebut.

    Hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih menggunakan ORI sebagai alat pembayaran yang sah. Berdasarkan hasil survei tersebut, pemerintah menetapkan bahwa berlakunya mata uang Indonesia bersama, yaitu federal atau uang Republik Indonesia Serikat (RIS).

    Pada tanggal 27 Maret 1950, proses penukaran ORI dan ORIDA dengan baru yang dikeluarkan dan disebarkan oleh De Javasche Bank dimulai. Bersamaan dengan berlangsung singkat masa pemerintahan RIS, masa berlaku kertas RIS juga tidak panjang, hanya sampai tanggal 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kembali terbentuk.

    d. Pemberlakuan Rupiah

    Pada bulan Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga bank sentral. Sesuai dengan tanggal berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953, maka tanggal 1 Juli 1953 dijadikan sebagai hari peringatan lahirnya Bank Indonesia, di mana Bank Indonesia mengambil alih fungsi De Javasche Bank dan menjadi bank sentral.

    Pada saat yang bersamaan, Bank Indonesia juga mengeluarkan Rupiah sebagai alat pembayaran. Terdapat dua jenis Rupiah yang sah digunakan di wilayah Republik Indonesia, yaitu yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (melalui Kementerian Keuangan) dan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

    Pemerintah RI menerbitkan uang kertas dan logam dengan nilai kurang dari Rp 5, sementara Bank Indonesia menerbitkan kertas dengan nilai Rp 5 ke atas. Antara tahun 1952 dan 1953, Bank Indonesia mulai mengeluarkan serangkaian kertas baru, mulai dari pecahan 1 Rupiah hingga 100 Rupiah.